Oksigen adalah sumber kehidupan; tidak seorang pun mampu memungkirinya. Di dalam tubuh, molekul ini digunakan dalam metabolisme tubuh dan produksi energi. Sayangnya, proses tersebut terkadang menghasilkan produk sampingan yang berbahaya bagi tubuh, yaitu radikal bebas. Radikal bebas adalah suatu komponen yang sangat reaktif. Karena memiliki energi “ekstra”, radikal bebas perlu bereaksi dengan komponen lain dalam tubuh untuk megurangi energinya sehingga merusak sel dan mengganggu fungsinya .
Di samping oksigen yang Anda hirup, apa yang Anda makan dan bagaimana Anda menjalani hidup juga turut “menabung” radikal bebas dalam tubuh. Polusi udara dari industri dan kendaraan bermotor, asap rokok, alkohol, dan pangan berlemak dapat meningkatkan kadar radikal bebas secara dramatis yang berujung pada oxidative stress . Kondisi oxidative stress memicu banyak penyakit seperti atherosclerosis, penyakit Parkinson’s dan Alzheimer’s.
Radikal Bebas dan Diabetes
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa oxidative stress juga berkontribusi pada perkembangan diabetes dan dapat memicu komplikasi seperti penyakit jantung. Menjaga kadar gula dalam darah saja ternyata tidak cukup untuk mencegah komplikasi. Oleh karena itu, memperbaiki oxidative stress adalah strategi yang efektif untuk mengurangi komplikasi diabetes. Tubuh memiliki sistem perlawanan terhadap oxidative stress dengan menghasilkan enzim-enzim antioksidan. Dari luar tubuh, beberapa sumber antioksidan antara lain vitamin (vitamin A, C, E), mineral (mangan, seng dan tembaga), beta-carotene, teh hijau, serta berbagai jenis buah dan sayuran.
Sayangnya, menurut penelitian yang dilakukan oleh Medina et al . tahun 2007 di Brazil, penderita diabetes justru memiliki kadar antioksidan yang lebih rendah dibandingkan orang normal. Kondisi ini tentu saja meningkatkan risiko komplikasi. Oleh karena itu, penderita diabetes sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi antioksidan dalam jumlah yang cukup untuk mencegah komplikasi.
Mungkin dengan alasan itu pula, dewasa ini orang lebih memperbanyak konsumsi buah dan sayuran baik dalam bentuk segar, salad, jus atau sebagai sayur yang menemani pangan utama. Boleh jadi itu juga alasan mengapa mojang Priangan umumnya awet cantik karena senang “berlalap ria” , “suatu image” yang berdampak pada alasan mengapa seni berlalap ria menjadi menu favorit di Nusantara saat ini.
Pilih Makanan yang Tepat
Pangan dengan kadar gula terkontrol dan kandungan antioksidan menjadi kombinasi sempurna bagi para diabetesi. DiabetaMil mampu memenuhi kebutuhan tersebut karena selain mengandung kromium yang membantu mengatur kadar gula darah, DiabetaMil juga dilengkapi dengan antioksidan seperti vitamin A, C dan E.Gaya hidup yang tepat merupakan cara yang ampuh untuk menjaga tubuh tetap sehat. Mulailah dari sekarang!
Studi epidemiologi (Hertog dkk, 1993) menunjukkan bahwa konsumsi pangan kaya akan antioksidan flavonoid termasuk polifenol dari teh (Mukhtar dan Ahmad, 2000) berbanding negatif dengan tingkat kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Hasil dari beberapa pengujian secara in vitro (percobaan di luar tubuh mahkluk hidup) (Miura dkk, 1995; Yamanaka dkk, 1997; Yokozawa dkk, 1997) menunjukkan bahwa flavonoid teh dapat menghambat oksidasi oleh Cu2+ (radikal inisiator) terhadap LDL hasil isolasi. Studi secara in vitro juga menunjukkan bahwa oksidasi pada LDL manusia dapat dihambat dengan keberadaan vitamin C dan E pada level fisiologis (Jialal dkk, 1990)
Sementara itu akan halnya kanker dan tumor, banyak diantara ilmuwan spesialis setuju bahwa penyakit ini berawal dari mutasi gen atau DNA sel. Perubahan pada mutasi gen dapat terjadi melalui mekanisme kesalahan replikasi dan kesalahan genetika yang berkisar antara 10-15%, atau faktor dari luar yang merubah struktur DNA seperti virus, polusi, radiasi, dan senyawa xenobiotik dari konsumsi pangan sebesar 80-85%. Radikal bebas dan reaksi oksidasi berantai yang dihasilkan jelas berperan pada proses mutasi ini.
Hasil penelitian pada pertengahan tahun 1980 yang menunjukkan bahwa beta-karoten mampu mengurangi resiko kanker paru-paru merupakan ide awal dari perhatian akan adanya keterkaitan antioksidan dalam penghambatan penyakit ini.
Mekanisme aktifitas antitumor atau kanker dengan senyawa kimia dapat melalui 3 cara yaitu:
1. menghambat bioktifikasi karsinogenesis
2. memblok jalur pembentukan sel ganas (blocking agent) seperti antioksidan
3. menekan dan memanipulasi hormon (Okey dkk, 1998).
Aktivitas antioksidan seperti halnya telah dilaporkan di atas, selain dapat mencegah autooksidasi yang menghasilkan radikal bebas dan SOR, juga dapat menekan proliferasi (perbanyakan) sel kanker. Hanya saja mengingat bermacam-macamnya jenis sel kanker, maka efektivitas dari antioksidan uji juga beragam dan spesifik untuk kasus tertentu.
Antioksidan dan sumbernya
Berbagai definisi diberikan untuk menggambarkan “siapakah” gerangan si antioksidan ini. Menurut Cuppert (1997) antioksidan dinyatakan sebagai senyawa yang dengan konsentrasi lebih rendah sekalipun dibanding dengan substrat yang dapat dioksidasi, secara nyata dapat memperlambat oksidasi substrat tersebut. Definisi umum dari antioksidan adalah suatu senyawa yang dapat memperlambat proses oksidasi. Di dalam keberadaan reaksi hiperoksidasi yang sangat kompleks dalam media biologis, keseimbangan metabolik yang tepat membutuhkan mekanisme dari antioksidan.
Selain berperan bagi kesehatan, antioksidan juga mempunyai peran dalam menjaga mutu produk pangan. Berbagai kerusakan pada produk pangan seperti ketengikan, perubahan nilai gizi, perubahan warna dan aroma serta berbagai kerusakan fisik lain pada produk pangan karena oksidasi dapat dihambat dengan keberadaan antioksidan.
Antioksidan beragam jenisnya, mulai dari antioksidan dengan molekul kecil seperti asam askorbat, tokoferol dan glutation, hingga antioksidan yang lebih kompleks seperti enzim antioksidan seperti superoksida dismutase, glutation peroksidase, peroksidase dan katalase. Keberadaan antioksidan di dalam tubuh pun terbagi atas kelompok yang datang dari luar tubuh (antioksidan eksogenus) dan yang sudah ada di dalam tubuh (sistem pertahanan antioksidan endogenus).
Berdasarkan cara kerjanya, secara luas antioksidan dibagi menjadi 5 kelompok meliputi: antioksidan primer seperti tokoferol, penangkap oksigen seperti vitamin C, antioksidan sekunder seperti asam tiodipropionat, antioksidan enzimat seperti glukose oksidase, superoksida dismutase, dan pengkhelat seperti asam sitrat. Sedangkan berdasarkan sumbernya, antioksidan dapat diperoleh dari sumber alami dan sintesis.
Antioksidan alami banyak terdapat pada berbagai buah dan sayuran. Vitamin C, Beta-karoten, vitamin E dan komponen fenolik merupakan komponen dominan yang banyak dijumpai pada menu kita setiap hari sekali pun. Deddy Muchtadi dan kawan-kawan (2002) melaporkan bahwa kelompok antioksidan ini banyak terdapat pada berbagai sayuran, seperti untuk sumber vitamin C adalah daun singkong, daun katuk, bunga kol, dll. Sedang daun pepaya, wortel, daun singkong , bayam merupakan sayuran yang kaya akan karoten. Vitamin E banyak terdapat pada tauge, kacang panjang, daun katuk misalnya. Untuk fenolik banyak terdapat pada terong panjang, labu siam, selada, mentimun dan banyak lagi. Sumber-sumber yang tak mahal, murah meriah. Hanya saja kehilangan selama pemasakan yang dapat mencapai lebih dari 50 %, serta absorpsi dan retensi keberadaan yang cukup rendah dari antioksidan seperti vitamin E dan karoten, membuat orang lebih memilih untuk mencari produk yang lebih praktis dan tersedia dalam jumlah yang lebih mencukupi.
Pisau bermata dua
Dari berbagai sumber informasi yang diperoleh terlihat bahwa hasil penelitian dan pengamatan selama ini menunjukan radikal bebas dan SOR di satu sisi serta antioksidan di sisi lain adalah sama bagai pisau bermata dua. Masing-masing mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.
Laporan akhir menunjukkan bahwa SOR ternyata juga mempunyai fungsi protektif. SOR merupakan mediator penting dalam menangkap kuman, benda asing dari tubuh, pencahar keracunan bahkan sebagai penjinak sel kanker. Konsumsi antiokasidan berlebihan dapat menganggu kerja SOR.
Peran kontroversi dari antioksidan nampak pada hasil penelitian seperti yang dilaporkan oleh Aruoma dkk (1992, 1993) yang menunjukkan bahwa beberapa antioksidan phenolik dapat meningkatkan kerusakan oksidasi pada DNA, protein dan karbohidrat in vitro. Sementara itu, Yen (1997) melaporkan bahwa polifenol teh ternyata juga mempunyai efek pro-oksidan pada fase air walau selama ini lebih dianggap sebagai antioksidan.
Beberapa hasil penelitian lain menunjukkan bahwa jumlah penambahan antioksidan yang berlebihan akan menyebabkan dampak terbalik dari fungsi antioksidan yang diharapkan seperti halnya pada sifat antiproliferasi sel kanker. Data lain menunjukkan variasi hasil pengamatan secara in vivo (percobaan di dalam tubuh mahkluk hidup) dan in vitro (di luar mahkluk hidup) .
Namun demikian, masih dipercaya bahwa antioksidan memberikan pengaruh positif bagi kesehatan tubuh. Tambahan antioksidan dari luar tubuh dalam bentuk asupan pangan setiap hari mungkin merupakan jalan yang lebih bijaksana guna mencegah masukkan antioksidan yang berlebihan ke dalam tubuh. Asupan dalam dosis besar sekaligus seperti halnya suplemen, seharusnya lebih diperlukan bagi mereka yang pada kehidupan kesehariannya banyak terkena resiko paparan radikal bebas dan SOR yang tinggi. Yang lebih untung lagi ialah kita tak mendapatkan pengurrangan tingkat kenikmatan karena ketengikan atau perubahan sensori lain yang disebabkan oleh reaksi oksidasi ini.